Dasar PKIP STRATEGI PROMOSI KESEHATAN














MAKALAH KELOMPOK

STRATEGI PROMOSI KESEHATAN







Oleh :


KELOMPOK 8

Nindy Irsila Dwi V
NIM. 182110101138
Safira Sahida Dini
NIM. 182110101148
Jamilatul Wahida
NIM. 182110101162
Anggun Desika P
NIM. 162110101232

















PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER

2019




DAFTAR ISI
































BAB 1. PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang


Promosi kesehatan menurut Ottawa Charter merupakan proses yang memungkinkan individu mengendalikan dan memperbaiki kesehatannya. Untuk mencapai kesehatan jasmani, rohani, dan sosial yang sempurna, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan mewujudkan aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan, mampu mengubah atau beradaptasi dengan lingkungan. Dalam pelaksanaan promosi kesehatan tenaga kesehatan perlu melakukan beberapa tindakan dalam rangka tercapainya tujuan dari diadakannya promosi kesehatan dalam masyarakat tersebut.

Tindakan tersebut perlu dilakukan mengingat adanya fakta yang dikemukakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Buku Panduan Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah kesehatan yang menyatakan bahwa ada 10 provinsi di Indonesia yang masuk kedalam kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) kesepuluh provinsi tersebut adalah Aceh, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua, dan Papua Barat.

Munculnya DBK di Indonesia ini disebabkan oleh kesenjangan yang terjadi antara pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat yang diukur dengan menggunakan 24 indikator dari Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Berdasarkan indikator tersebut kendala yang dijumpai DBK pada umumnya berkaitan dengan erat dengan faktor perilaku masyarakat. Oleh karena itu, promosi kesehatan sangat diperlukan. Selain untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, promosi kesehatan juga berperan aktif dalam mencegah terjadinya penyakit dan merubah perilaku masyarakat.
1.1       Rumusan Masalah

a.   Bagaimana strategi promosi kesehatan advokasi?

b.   Bagaimana strategi promosi kesehatan bina suasana?

c.   Bagaimana strategi promosi kesehatan pemberdayaan masyarakat?

1.2       Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui strategi dalam melakukan promosi kesehatan

1.3       Tujuan Khusus
a.   Untuk mengetahui tentang strategi advokasi kesehatan

b.   Untuk mengetahui tentang startegi bina suasana

c.   Untuk mengetahui tentang startegi pemberdayaan masyarakat






















BAB 2. PEMBAHASAN

2.1       Advokasi

2.1.1   Pengertian advokasi

Menurut Johns Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Sedangkan secara umum advokasi kesehatan dapat diartikan sebagai pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil keputusan agar dapat memberikan dukungan, kemudahan, perlindungan pada upaya pembangunan kesehatan.
 Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan. WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi Promosi Kesehatan secara efektif menggunakan 3 strategi pokok, yaitu: 1) Advocacy, 2) Social support, 3) Empowerment

2.1.2   Tujuan advokasi

a.   mempengaruhi masyarakat untuk mentaati peraturan dan kebijakan serta menanamkan rasa kesadaran  untuk hidup bersih dan sehat secara fisik maupun mental
b.   Berkaitan dengan pihak lain untuk meningkatkan jumlah kebijakan public yang berwawasan kesehatan, dapat meningkatkan opini masyarakat dalam mendukung kesehatan, dan terpecahkannya masalah kesehatan secara bersama dan terintegrasi dengan pembangunan kesehatan di daerah melalui kemitraan dari pimpinan daerah.
c.   Meningkatkan kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan stakeholder.

2.1.3   Luaran  (Hasil yang diharapkan)

a.   Adanya dukungan  politik dari  para  pengambil  keputusan  baik  dalam bentuk instruktur/surat keputusan maupun  himbauan  untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
b.     Banyaknya LSM (lembaga swadaya masyarakat)yang peduli  kesehatan.
c.     Adanya anggaran rutin yang dinamis dari APBD II dan sumber lain untuk pelaksanaan PHBS di kabupaten/kota.
d.     Adanya indikator PHBS dalam perencanaan daerah.
e.     Fasilitas umum semakin merata terutama di daerah kumuh.

2.1.4     Sasaran

Sasaran advoksi dapat berupa sasaran perorangan serta sasaran kepada masyarakat dan publik. Komunikasi interpersonal cocok dilakukan dalam komunikasi perseorangan, sedangkan untuk sasaran publik bisa dengan menggunakan media massa dan kampanye.
Sasaran berdasarkan jenjang administrasi antara lain:
a.     Pengambilan kebijakan di tingkat pusat seperti :Parpol,Menteri Dirjen departemen terkait, BAPPENAS, LSM tingat Nasional maupun Internasional.
b.     Pengambilan kebijakan di tingkat Daerah atau Propinsi seperti: DPRD, Parpol, BAPPEDA, Gubernur dan.Dinas kesehatan tingkat 1
c.     Pengambil kebijakan di tingkat Kabupaten dan Kota seperti : DPRD Kabupaten/Kota, Parpol , Bupati dan Walikota Bupati/Walikota Dinas Kesehatan  tingkat 1, Institusi pendidikan, Institusi Kesehatan dan Non Kesehatan.

2.1.5   Metode Advokasi

Kegiatan yang menerapkan advokasi dalam pelaksanannya antara lain :
a.    Seminar sehari
b.   Lobby 
c.   Orientasi
d.   Sarasehan
e.   Kampanye
f.    Bentuk kegiatan lain yang sesuai.
g.   Langkah-langkah
Menurut Jhon Hopkins University (JHU) Advokasi kesehatan ditempuh melaui kerangka advokasi yang memuat enam langkah yaitu :
1.   Melakukan Analisa Yang termasuk kedalam analisa adalah :
a.   Identifikasi masalah
b.   Kebijakan yang ada
c.   Program-program komunikasi yang telah dilaksanakan untuk membuat kebijakan 
d.   Perubahan kebijaksanaan yang diinginkan oleh tingkat tertentu
e.   Stakeholder (Mitra kerja) yang saling berhubungan dengan perubahan kebijakan
f.    Jejaring untuk penentu kebijakan, pesan yang tepat
g.   Sumber daya yang memungkinkan untuk pelaksanaan kebijakan
2.   Menyusun Strategi Yang termasuk kedalam strategi adalah :
a.   Identifikasi sasaran primer dan sekunder
b.   Dapat menganalisa elemen-elemen yang ada dalam analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam kondisi yang ada.
c.   Menentukan sasaran
d.   Menetapkan media yang digunakan
3.   Menggalang kemitraan (mobilisasi)
a.   Mendorong kemitraan
b.   Mendelegasikan tanggung jawab
c.   Mendelegasikan tanggung jawab.
d.   Merencanakan koordinasi peliputan berita dan data oleh media
4.   Tindakan atau pelaksanaan  :
a.   Melaksankan rencana advokasi/POA
b.   Mengumpulkan mitra
c.   Menyajikan pesan yang tepat
d.   Menepati jadwal
e.   Mengembangkan jaringan komunikasi dengan mitra
5.   Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur pencapaian tujuan (prosesdan output) melalui pengecekan dokumentasi tentang kegiatan-kegiatanyang seharusnya dilaksanakan, materi KIE yang telah diterbitkan dandisebarluaskan serta produk-produk kebijakan yang diterbitkan
6.   Kesinambungan proses
Melaksanakan proses komunikasi secara terus menerus dengan memanfaatkan hasil evaluasi. Langkah-langkah berikut ini bisa dijadikan contoh penerapan :
a.   Persiapan
1.   Identifikasi sasaran yang tepat seperti :
a)   Menentukan teknik pengambilan sampel
b)   Mencari kebijakan publik terkait
c)   Status gizi.
d)   Angka kesakitan.
e)   Angka kematian.
f)    Perlaku spesifik masyarakat yang terkait dengan perilakum PHBS.
g)   Data dasar (kualitatif dan kuantitatif) pengkajian PHBS.
h)   Hasil pemetaan wilayah/klasifikasi PHBS tiap tatanan
2.   Mempelajari kebijakan yang mendukung ataupun yang menghambat program penerapan perilaku hidup bersih dan hidup sehat baik bagi kesehatan jiwa maupun fisik.
3.   Mempelajari Program Komunikasi yang telah dilaksanakan dengan menggali pengalaman orang lain. Hal-hal yang dapat digali antara lain :
a)   Strategi yang berkelanjutan
b)   Isu advokasi yang tajam
c)   Sasaran yg spesifik
d)   Tindak lanjut kegiatan
4.   Mempelajari perubahan kebijakan yang ada, yang  mempelajari perubahan kebijaksanaan yang terjadi, contoh : sekitar tahun 1998 kebijaksanaan paradigma sakit mengalami perubahan menjadi paradigma sehat.
5.   Menentukan mitra kerja terkait yang berpengaruh dalam program PHBS dan membuat jejaring bagi penentu kebijakan dan kelompok pedulikesehatan
6.   Memanfaatkan dan menggali sumber daya yang memungkinkan untuk melaksanakan PHBS
7.   Menyiapkan materi yang berkaitan serta menentukan metode advokasi kesehatan
8.   Berusaha menempatkan issue atau gagasan untuk mendapat dukungan dari penentu kebijakan pada waktu yang tepat. Pada waktu yang tepat untuk menyampaikan gagasan tersebut, misalnya pada kesehatan sedunia pada tanggal 7 April, hari kesehatan nasional 12 November,  hari sadar pangan dan gizi, hari AIDS sedunia dan lain-lain
b.   Pelaksanaan
1.   Advokasi PHBS dengan penyajiann yang menarik menggunakan  metode dan teknik yang tepat.
2.   Adanya tanya jawab, tanggapan dan masukan-masukan untuk menyempurnakan program yang sudah ada.
3.   Simpulkan dan sepakati hasilnya
4.   Buat laporan tertulis hasil advokasi dan sebarluaskan pada sasaranyang terkait.
5.   Lakukan tindak lanjut kegiatan berdasarkan kesepakan bersama menyimpulkan hasilnya

2.1.6   Indikator Keberhasilan Advokasi

Untuk mengukur keberhasilan advokasi dapat dilihat adanya tanggapan atau respon dari  para individu dan publik dalam bentuk :
1.   Adanya peraturan, surat keputusan, surat edaran, instruksi, himbauan tentang pentingnya program PHBS.
2.   Adanya anggaran dari APBD II atau sumber lain yang rutin dan dinamis untuk pelaksanaan PHBS.
3.   Adanya jadwal koordinasi serta  pemantauan pelakanaan PHBS.
4.   Kemampuan mengambil keputusan dalam menjelaskan PHBS dalam setiap kegiatan.
5.   Terbentuknya dan berfungsinya kelompok kerja PHBS.

2.1.7   Etika Advokasi

1.   Mulai dengan sisi yang positif dari sasaran, misalnya perhatian yang ditujukan kepada sasaran di bidang kesehatan yang merupakan program utama.
2.   Mau kompromi, sabar dan tegar serta tidak menyalahkan sasaran.
3.   Pusatkan pada pesan pokok dengan bahasa yang menggugah dan dapat dipahami.
4.   Kemukakan hai-hal baru yang relavan dengan materi sasaran.

2.1.8   Kendala dalam Advokasi

1.   Para pembuat kebijakan masih belum mempunyai persepsi yang sama terhadap promosi kesehatan dan paradigma sehat.
2.   Penyelenggara kesehatan masih mementingkan budaya kuratif.
3.   Adanya  ketergantungan budaya  masyarakat terhadap  dalam mengupayakan kesehatan.

2.1.9   Kiat untuk Advokator

1.   Kiat advokator sebagai pengelola program.
a)   Menetapkan, menerima tanggung jawab dan bekerjasama dalam tim.
b)   Memahami misi, rician tujuan, menentukan apa dan mana yang diutamakan.
c)   Tahu teknik yang tepat untuk menyamakan persepsi.
2.   Kiat advokator sebagai pimpinan rapat atau kelompok kerja.
a)   persiapan secara rinci sebelum memimpin rapat.
b)   Dia nomor satu diantara yang hadir (primus interpares), bukan tuanbesar yang sok resmi di tengah kelompok, melainkan seorangpelayanan yang ceria dan ramah.
c)   Dia membuat anggota tim tidak canggung bahkan membuat orang lainpercaya diri, bisa membuat yang pendiam dan pemalu berani bicaraserta menegahi yang agresif dengan tegar dan sikap bersahabat.
d)   Dia menguasai keadaan, tahu bahwa potensi setiap anggotanya untukmencapai sukses.
e)   Dia menghargai orang lain dan memperlakukan semua orang sederajat dan menjadi pendengar yang baik
f)    Dia selalu antusias dan menaruh minat, terampil mengajukanpertanyaan dn membagi pertanyaan.
g)   Dia memulai rapat tepat waktu, menjelaskan maksud dan tujuandengan semangat dan membuat diskusi hidup, mampu menentukankapan rapat selesai.
3.   Cara menyiapkan model media advokasi.
a)   Media advokasi dapat dibuat sederhana berupa tulisan, ilustrasi.
b)   Inti pembicaraan harus jelas dan tidak terlalu banyak informasi.
c)   Jika meminta sumbangan atau bantuan sebutkan kegunaannya dan berupa  (fikiran,tenaga atau dana)
d)   Tunjukkan aspek manuasiawi sehingga yang baca mau berbuat.
e)   Desain harus bagus  dan rapi pada ukuran, gambar atau ilustrasi.
f)    Cantumkan logo dan distribusikan media.

2.2       Gerakan Pemberdayaan

2.2.1   Pengertian

Pemberdayaan (empowerment) merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, terutama Eropa. Untuk memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian persepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih. Konsep empowerment mulai Nampak sekitar dekade70-an dan terus berkembang hingga 1990-an. Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan :
Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberiakan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agrmempunyai kemapuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnyamelalu proses dialog.
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukakan melalui program pendampingan masyarakat (community organizing and development), karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pelaksanaan (actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (controlling) program dapat dilakukan secara maksimal (Kholid, 2012). Upaya ini merupakan inti dari pelakasanaan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pada prinsipnya, pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan batasan pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.

2.2.2   Tujuan

Secara bertahap pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk :
a.   Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan individu, kelompok, dan masyarakat.
b.   Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka.
c.   Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku sehat.
Pada Jurnal Penerapan Promosi Kesehatan untuk Mengubah Perilaku Kesehatan Masyarakat (Studi Kasus: Rumah Sakit Cicendo), masih banyak masyarakat yang belum sadar terhadap bahayanya gangguan pada penglihatan juga kekhawatiran masyarakat terhadap biaya pengobatan yang cukup mahal sehingga mereka enggan untuk memeriksakan kesehatan matanya. Untuk itu perlu dirancang promosi yang dapat mengubah perilaku masyarakat untuk lebih aktif dalam menjaga kesehatannya terutama kesehatan mata. Pemberdayaan masyarakat dialakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo selama 2016-2017 dengan melakukan Screening mata tingkat pelajar Sekolah Dasar, Pelatihan Kader/Guru dan Oftamologi Komunitas (Bakti Sosial).

2.2.3   Hasil yang Diinginkan

a.   Mereka mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan tersebut dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan sanitasi, serta bahaya kebiasaan buruk yang dapat meyebabkan sakit mata.
b.   Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan menggali potensi-potensi masyarakat setempat.
c.   Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan yang dapat menyebabkan sakit mata.
d.   Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.

2.2.4   Aspek Pemberdayaan Masyarakat

Ditinjau dari lingkup dan obyek pemberdayaan mencakup beberapa aspek yaitu:
a.   Peningkatan kepemilikan aset (sumberdaya fisik dan finansial) serta kemampuan (secara individu & kelompok) untuk memanfaatkan aset tersebut demi untukperbaikan kehidupan mereka.
b.   Hubungan antar individu dan kelompok, kaitannya dengan kepemilikan aset dan pemanfaatannya.
c.   Pemberdayaan dan reformasi kelembagaan.
d.   Pengembangan jejaring dan kemitraan–kerja, baik di tingkat lokal, regional, maupun global

2.2.5   Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat

Untuk merealisasikan pemberdayaan masayarakat tersebut, perlu memperhatikan 4 unsur-unsur pokok berikut ini:
a.   Aksesibilitas informasi, karena informasi merupakan kekuasaan baru kaitannya dengan: peluang, layanan, penegakan hukum, efektifitas negoisasi dan akuntabilitas.
b.   Keterlibatan atau partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam kesluruhan proses pembangunan.
c.   Akuntabilitas, kaitannya dengan pertanggung jawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatas-namakan rakyat.
d.   Kapasitas organisasi lokal, kaitannya dengan kemampuan bekerjasama, mengorganisir warga masuyarakat, serta mobilisasi sumberdaya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi

2.2.6   Sasaran

Sasaran dari pemberdayaan masyarakat adalah seluruh anggota masyarakat baik secara kelompok, perseorangan, maupun tokoh masyarakat yang menjadi panutan dalam setiap tatanan di masyarakat.
Contoh : dalam studi kasus RSJD Dr. RM. Soedjarwadi dalam melakukan pemberdayaan masyarakat terdapat 3 sasaran yaitu :
1)   Sasaran Primer : pelajar Sekolah Dasar ditujukan untuk mengatasi kebutaan pada anak sehingga dibutuhkan upaya pencegahan yang harus dilakukan di semua tingkat pelayanan, dari tingkat komunitas sampai ke tingkat pelayanan kesehatan mata tersier.
2)   Sasaran Sekunder : pelatihan Kader / Guru dengan melatih guru sekolah dasar untuk melakukan screening murid  setahun dua kali, menyediakan kacamata yang dibutuhkan, dan meningkatkan cakupan pemakaian kacamata serta melakukan kegiatan terintegrasi dalam sistem yang ada, terjangkau dan tersedia dengan mempertimbangkan anak dari keluarga kurang mampu.  Selain itu juga Oftalmologi Komunitas yang dibentuk untuk membantu masyarakat tidak mampu yang mengidap penyakit katarak untuk di operasi dan tidak memiliki atau menggunakan BPJS.

2.2.7   Karakteristik Masyarakat

Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, perlu memperhatikan karakteristik masyarakat setempat yang dikelompokkan sebgai berikut :
a)   Masyarakat pemula (Crisis response Community)
Yaitu masyarakat yang tidak mengetahui akan pentingnya kesehatan dan belum didukung oleh fasilitas dan sarana prasaran kesehatan.
b)   Masyarakat setara (Coping Community)
Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehingga tidak dapat memelihara kesehatannya.
c)   Masyarakat pembina (Caring Community)
Yaitu masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan. Misalnya dalam studi kasus Penerapan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit Cicendo,  yakni Oftamologi Komunitas

2.2.8   Ciri Pemberdayaan Masyarakat

a.   Community leader: petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat atau pemimpin terlebih dahulu. Misalnya Camat, lurah, kepala adat, ustad,dan sebagainya.
b.   Community organization: organisasi seperti PKK, karang taruna, majlis taklim, dan lainnnya merupakan potensi yang dapat dijadikan mitra kerja dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
c.   Community Fund: Dana sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang dikembangkan dengan prinsip gotong royong sebagai salah satu prinsip pemberdayaan masyarakat.
d.   Community material: setiap daerah memiliki potensi tersendiri yang dapat digunakan untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan. Misalnya, desa dekat kali penghasil pasir memiliki potensi untuk melakukan pengerasan jalan untuk memudahkan akses ke puskesmas.
e.   Community knowledge: pemberdayaan bertujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan berbagai penyuluhan kesehatan yang menggunakan pendekatan community based health education.
f.    Community technology: teknologi sederhana di komunitas dapat digunakan untuk pengembangan program kesehatan misalnya penyaringan air dengan pasir atau arang.
g.   Community Decision Making: Pengambilan keputusan oleh masyarakat melalui proses menemukan masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya.

2.2.9   Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat

a.   Input, meliputi: SDM (pemimpin, toma, toga, kader), jumlah dana yang digunakan, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b.   Proses, meliputi: jenis dan jumlah KIE/penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan yang dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat yang terlibat, adanya siklus pengambilan keputusan di masyarakat dan pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan.
c.   Output, meliputi: jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya masyarakat, jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dan perilakunya tentang kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki usaha meningkatkan pendapatan keluarga, dan meningkatnya fasilitas umum di masyarakat.
d.   Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan angka kelahiran serta meningkatkan status gizi masyarakat.

2.3       Bina suasana

2.3.1   Pengertian

Bina suasana adalah upaya menjalin kemitraan yang dilakukan untuk membentuk opini publik bersama dengan berbagai kelompok opini yang berada di masyarakat seperti: tokoh masyarakat, tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, dan organisasi profesi pemerintah. (Susilowati, 2016)
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu dalam masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang sedang dipromosikan. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu jika lingkungan sosial di sekitarnya memiliki opini posiitif terhadap perilaku tersebut. (Maryam, 2012)

2.3.2   Tujuan

Tujuan dilakukannya bina suasana adalah untuk memperoleh anjuran dan contoh positif dari petugas kesehatan dan tokoh masyarakat.  Selain itu tujuannya adalah untuk memperoleh dukungan dari lembaga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan media massa. (Maryam, 2012)
Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melaui tokoh masyarakat pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. (Susilowati, 2016)
Contoh berdasarkan studi kasus: dalam studi kasus, bina suasana dilakukan dengan tujuan untuk membina suasana yang kondusif di lingkungan masyarakat tentang kesehatan, terutama kesehatan mata

2.3.3   Luaran (Hasil yang Diharapkan)

1)   Terciptanya opini, etika, norma, dan kondisi masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat
2)   Terciptanya dukungan kebijakan, fatwa, peraturan pemerintah, peraturan daerah, Surat Keputusan, Sumberdaya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Contoh berdasarkan studi kasus: dalam studi kasus, hasil yang diharapkan yaitu masyarakat menjadi lebih aktif dalam menjaga kesehatan, terutama kesehatan mata.

2.3.4   Sasaran

Sasaran bina suasana adalah sebagai berikut:
a.   Sasaran Individu
·     Anggota legislatif ( Lembaga Perwakilan Rakyat )\
·     Anggota Eksekutif ( Lembaga Pemerintah )
·     Anggota Yudikatif ( Lembaga Peradilan/ hukum )
·     Tokoh masyarakat
·     Tokoh adat
·     Petugas (provider)
·     Kader
b.   Sasaran Kelompok
·     Organisasi massa ( organisasi pemuda, organisasi wanita, organisasi agama, dll)
·     Organisasi profesi, dunia usaha/swasta
·     Kelompok peduli kesehatan
c.   Sasaran Massa/Publik
Masyarakat yang bisa dijangkau melalui media massa (cetak dan elektronik) seperti Koran/majalah, radio, dan televisi, baik pemerintah maupun swasta serta media tradisional.
Contoh berdasarkan studi kasus:
a)   Sasaran individu: pasien yang ada di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung
b)  Sasaran kelompok: masyarakat yang berada di sekitar Rumah Sakit Mata Cicendo
c)   Sasaran massa/publik: masyarakat yang bisa dijangkau melalui media massa

2.3.5   Metode Bina Suasana

Metode bina suasana yang dapat dilakukan yaitu :
a.   Pelatihan
b.   Semiloka
c.   Konferensi pers
d.   Dialog terbuka
e.   Sarasehan
f.    Penyuluhan
g.   Pendidikan
h.   Lokakarya mini
i.    Pertunjukkan tradisional
j.    Diskusi meja bundar
k.   Pertemuan berkala di desa
l.    Kunjungan lapangan
m. Studi banding
Contoh berdasarkan studi kasus:
1)  Penyuluhan, penyuluhan kesehatan dilakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo dan disampaikan kepada pasien dan masyarakat yang berkunjung. Materinya tidak hanya tentang kesehatan mata, tetapi juga tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
2)  Kunjungan lapangan, kunjungan ini dilakukan oleh Duta Mata Sehat yang menyebarluaskan opini positif terhadap masyarakat untuk berperilaku sehat, seperti menjaga kesehatan mata.
3)  Dialog terbuka, seperti talkshow dan seminar tentang kesehatan mata di Rumah Sakit Mata Cicendo.

2.3.6   Pendekatan Bina Suasana

Bina suasana dapat dilakukan dengan melakukan 3 pendekatan, yaitu: (Susilowati, 2016)
a.   Pendekatan Individu
Pendekatan individu ditujukan kepada tiap individu tokoh-tokoh  masyarakat. Dengan dilakukannya pendekatan individu, yang diharapkan adalah:
1)   Dapat menyebarluaskan opini positif terhadap perilaku yang sedang dipromosikan
2)   Dapat menjadi individu panutan dalam hal perilaku yang sedang dipromosikan, misalnya dengan bersedia atau mau menerapkan perilaku yang sedang dipromosikan tersebut. 
3)   Dapat diupayakan agar individu tersebut bersedia untuk menjadi seorang kader dan ikut serta dalam menyebarluaskan informasi dengan tujuan menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
b.   Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok ditujukan kepada kelompok-kelompok yang ada di lingkup masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RW), pengurus Rukun Warga (RW), perkumpulan seni, majelis pengajian, organisasi profesi, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi wanita, dan organisasi pemuda. Pendekatan kelompok dapat dilakukan oleh, dan, atau bersama-sama dengan tokoh masyarakat. Dengan dilakukannya pendekatan kelompok, diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang dipromosikan dan dapat menyetujui atau mendukung. Bentuk dukungan dapat berupa ketersediaan kelompok tersebut untuk mempraktikkan atau menerapkan perilaku yang sedang dipromosikan tersebut. Dukungan lain yang dapat dilakukan yaitu mengadvokasi pihak terkait dan melakukan kontrol sosial terhadap individu - individu yang merupakan anggota dari kelompok tersebut.
c.   Pendekatan Masyarakat Umum
Pendekatan masyarakat umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, dan situs internet, sehingga dapat tercipta pendapat umum yang positif tentang perilaku yang dipromosikan. Dengan dilakukannya pendekatan masyarakat umum, yang diharapkan adalah:
1)   Media-media massa yang bersangkutan menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang dipromosikan.
2)   Media-media massa yang bersangkutan bersedia menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang dipromosikan dan dapat memberikan pendapat umum atau opini publik yang bersifat positif tentang perilaku yang sedang dipromosikan.
3)   Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga mereka mau melaksanakan atau menerapkan perilaku yang sedang dipromosikan tersebut.

2.3.7   Identifikasi Sasaran Bina Suasana

Sasaran dalam upaya bina suasana sebagai mitra. Kita harus dapat menentukan apakah daftar sasaran yang kita miliki dapat memenuhi syarat untuk menjadi mitra dengan cara kita memilih mitra dengan cara sebagai berikut :
1)   Kompetensi
Suatu organisasi harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, dana yang besar, pengalaman yang cukup, dan mempunyai citra yang positif.
2)   Komitmen
Suatu organisasi harus mempunyai komitmen yang baik dalam mendukung program kesehatan, serta mempunyai peran yang kuat.
3)   Relasi
Suatu organisasi harus mempunyai kontak atau relasi dengan pembuat kebijakan dan tokoh masyarakat serta memeperoleh dukungan yang positif.
4)   Jangkauan
Suatu organisasi harus mempunyai jangkauan dan sasaran yang luas di berbagai wilayah.
5)   Kesinambungan 
Suatu organisasi harus mempunyai program yang jelas, bersifat kontinu, dan terprogram dengan baik. (Maryam, 2012)

2.3.8   Cara yang Dilakukan Untuk Menjaga Kelanggengan dan Keseimbangan Bina Suasana

a.   Forum komunikasi,
b.   Dokumen dan data yang up to date (selalu baru),
c.   Mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat,
d.   Hubungan yang terbuka, serasi dan dinamis dengan mitra,
e.   Menumbuhkan kecintaan terhadap kesehatan,
f.    Memanfaatkan kegiatan dan sumber-sumber dana yang mendukung
g.   Upaya pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat adanya umpan balik dan penghargaan. (Susilowati, 2016)

2.3.9   Langkah melaksanakan bina suasana dan hasil yang diharapkan

LANGKAH
KEGIATAN
LUARAN
1.     Identifikasi Mitra
Pertemuan
a.     Lingkup dan cara kerja
b.     Spesifikasi kerja
c.     Kemampuan
2.     Pengelompokan Mitra
Pertemuan
a.     Komitmen
b.     Rencana kegiatan
3.     Tiap mitra melaksanakan upaya yang berhubungan dengan kesehatan sesuai dengan bidang masing-masing.
Forum komunikasi
Terciptanya tujuan bina suasana
4.     Monitoring dan evaluasi
a.     Pertemuan
b.     Kunjungan lapangan
c.     Semiloka
Terpeliharanya opini, norma, etika, dan kondisi yang baik dalam masyarakat

Setelah terealisasinya kegiatan, dilakukan upaya pemantauan dan penilaian . Upaya ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan bina suasana dilakukan dengan benar dan menghasilkan sasaran yang diharapkan dengan menggunakan instrumen pemantauan dan penilaian dengan melihat luaran dalam bentuk opini, etika, norma dan kondisi yang ada di masyarakat.

2.3.10   Indikator Keberhasilan Bina Suasana

a.   Ada peningkatan jumlah kegiatan dan jaringan kemitraan
b.   Memiliki forum komunikasi
c.   Ada dokumentasi kegiatan
d.   Ada kesepakatan lisan dan tulisan
e.   Ada opini publik

2.4       Contoh Program Strategi Promosi Kesehatan

Analisis Jurnal

Judul Jurnal : Strategi Promosi Kesehatan Puskesmas DTP Tarogong Kabupaten Garut
1.   What (Apa)
Apa yang dibicarakan dalam studi kasus?
Upaya Pusat Kesehatan Masyarakat Dengan Tempat Perawatan (Puskesmas DTP) Tarogong Kabupaten Garut dalam kegiatan strategi promosi kesehatan ditinjau dari :  1) pemberdayaan, 2) bina suasana, 3) advokasi dan 4) kemitraan
2.   Who (Siapa)
Siapa yang menjadi objek penelitian?
Informan yang berdasarkan keterkaitannya dengan strategi promosi kesehatan di Puskesmas DTP Tarogong Kabupaten Garut. Informan antara lain terdiri dari : Koordinator Promosi Kesehatan Puskesmas DTP Tarogong, Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, penanggungjawab Promosi Kesehatan bidang Kesehatan Ibu dan Anak, Kasubbag Perencanaan  Evaluasi dan Pelaporan Kec. Tarogong Kaler yang aktif dalam kegiatan PKK tingkat kecamatan, Pengelola Posyandu Strawberry RW 11 Desa Pasawahan Kecamatan Tarogong Kaler serta Enung dan Herman, masyarakat pengguna layanan Puskesmas DTP Tarogong
3.   Where (Di mana)
Di mana studi kasus dilakukan?
Di Puskesmas DTP Tarogong Kabupaten Garut
4.   When (Kapan)
Kapan jurnal penelitian tersebut dipublikasikan?
Pada bulan Maret 2016
5.   Why (Mengapa)
Mengapa penelitian ini dilaksanakan?
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bentuk pemberdayaan yang diselenggarakan Puskesmas Tarogong, mengetahui upaya bina suasana dalam mempengaruhi individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatannya, mengetahui kegiatan advokasi agar masyarakat di lingkungan puskesmas berdaya di bidang kesehatan,  mengetahui upaya kemitraan yang dikembangkan dalam promosi kesehatan
6.   How (Bagaimana)
Bagaimana hasil penelitian terhadap strategi promosi kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas DTP Tarogong Kabupaten Garut?
Dalam jurnal penelitian tersebut, terdapat hasil penelitian bahwa Pemberdayaan masyarakat oleh Puskesmas DTP Tarogong berjenjang, mulai dari individu, kelompok dan masyarakat dengan upaya pembentukkan perilaku hidup bersih, sehat (PHBS); Bina suasana diupayakan melalui pengunaan media promosi poster, spanduk dan televisi yang ditempatkan di halaman, balai pengobatan umum, dan dinding puskesmas serta penciptaan lingkungan yang mendukung, seperti perilaku kesehatan petugas kesehatan, kantin sehat dan lingkungan yang bebas asap rokok: Advokasi melibatkan komitmen dan dukungan Pimpinan Kecamatan Tarogong Kaler dan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dalam upaya pembuatan kebijakan/ regulasi dan pengadaan sumber daya dalam upaya mencegah penyakit dan menciptakan lingkungan sehat; Saat ini masih mengandalkan penawaran mitra untuk ikut serta dalam kegiatan promosi kesehatan atau perpanjangan kemitraan yang sudah dibangun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Garut.  Kemitraan yang sudah dilakukan Puskesmas DTP Tarogong antara lain dengan majalah kesehatan dan organisasi profesi (PDGI)


 



















Daftar Pustaka
Sumber: Kholid, A. (2012). Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media, dan Aplikasinya. Semarang. PT Raja Grafindo Persada
Maryam, S. (2012). Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Susilowati, D. (2016). PROMOSI KESEHATAN. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.



 






Komentar